BLT Rp 600 Ribu Sampai Ditangan Sisa Rp 150 Ribu, Coba Apa Alasan Kades dan Kadus Memotong?

 Ditengah musibah wabah Virus Corona, ternyata masih saja ada yang berbuat jahat dengan memotong dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Presiden Jokowi.

BLT Rp 600 Ribu Sampai Ditangan Sisa Rp 150 Ribu, Coba Apa Alasan Kades dan Kadus Memotong?
Baiknya jika ada yang mengalami segera melapor ke polisi.

Sebab meski sudah ada kesepakatan penerima BLT untuk dipotong, tetap saja itu tidak diterima.

Bukan hanya memotong, ada juga yang meminta paksa dan dikembalikan sisa Rp 100 Ribu

Seperti yang terjadi di Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.

Kasus dugaan pemotongan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD) di Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deliserdang, berbuntut panjang.

Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse Kriminal Polresta Deliserdang langsung menindaklanjuti informasi pemotongan BLT terhadap masyarakat.

BLT sebesar Rp 600 ribu dipotong hingga 75 persen. Penerima BLT akhirnya cuma mendapatkan Rp 150 ribu.

Dari informasi yang didapatkan Polresta melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Desa, Kepala Dusun, dan Bendahara Desa.

Selain itu ada juga tiga orang warga yang ikut diperiksa karena sempat menerima bantuan tersebut hanya Rp 150 ribu.

Ketiga warga itu tinggal di Dusun Sumberejo Blok 6.

Sampai saat ini kasus pemotongan BLT ini masih diselidiki oleh Polresta Deliserdang.

"Lagi kami selidiki. Karena adanya informasi kami lakukan penyelidikan. Baru Desa Sumberejo saja yang kami selidiki. Kalau seandainya terbukti ya berarti korupsilah karena itukan uang negara," ujar Kapolresta Deliserdang, Kombes Pol Yemi Mandagi Minggu, (17/5/2020).

Yemi menegaskan bantuan yang telah diprogramkan oleh pemerintah tidak boleh dipotong.

Meskipun ada musyawarah dan ada kesepakatan di desa itu, namun selagi masih ada yang keberatan tetap tidak dibenarkan untuk dipotong.

"Tidak boleh itu (dibelah-belah) meskipun ada kesepakatan karena sumber bantuan itukan banyak. Intinya sepanjang ada yang merasa dirugikan dan ada kerugian negara pasti kita proses," kata Yemi.

Kasus penyaluran BLT DD di Desa Sumberejo ini sempat menjadi pemberitaan di beberapa media massa dan kemudian viral di media sosial.

Saat itu ada pengakuan Robi Mustafa (32) warga Dusun Sumberejo yang menyebut bahwa oknum kepala dusun mendatangi rumahnya setelah dirinya menerima BLT sebesar Rp 600 ribu di Balai Desa.

Oknum kepala dusun tersebut meminta Rp 450 ribu dengan alasan akan dibagi-bagikan kepada warga yang lain.

Sehingga Robi Mustafa akhirnya cuma menerima bantuan sebesar Rp 150 ribu.


Kasus di Dairi

Kasus nyaris serupa sebelumnya terjadi di Dairi.

Penyaluran bantuan sosial tunai di Desa Buluduri, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, kisruh.

Dana yang dialamatkan untuk warga kurang mampu dan kesulitan ekonomi imbas pandemi Covid-19 ini disunat.

Dari seharusnya Rp 600 ribu, tinggal Rp 100 ribu per keluarga.

Kabar uang bansos Covid-19 disunat ini pun cepat merebak dan sampai ke polisi.

Puncaknya, Selasa (12/5/2020), sejumlah ibu-ibu warga Desa Buluduri yang dianggap terlibat/mengetahui sebab-musabab hal itu, beserta istri dari Kades Buluduri, diboyong aparat Sat Reskrim Polres Dairi ke Mapolres Dairi.

Sebagian uang bansos turut diamankan.

Kasat Reskrim Polres Dairi, AKP Junisar Rudianto Silalahi, yang ditemui hari itu mengaku belum bisa memberikan keterangan.

"Kami masih memintai keterangan kepada warga yang menerima bansos untuk mengetahui permasalahan sebenarnya," ujar Kasat Reskrim Polres Dairi, AKP Junisar Rudianto Silalahi, saat ditemui wartawan hari itu.

Kades Buluduri, Osaka Sihombing kepada wartawan via selulernya hari itu mengatakan, penyunatan uang bansos Covid-19 sudah melalui kesepakatan antara penerima bansos dan warga yang tidak terdaftar melalui rapat dusun.

"Lewat rapat itu, warga sepakat uang itu dibagi merata setelah diambil penerima manfaat dari Kantor Pos," ucapnya.

Osaka mengaku, dirinya bukanlah inisiator rapat dusun dimaksud, melainkan hanya diundang untuk menyaksikan.

"Penerima BST (Bantuan Sosial Tunai-red) sudah sepakat untuk berbagi rata bantuan tersebut dengan warga yang tidak terdaftar, di luar PNS, perangkat desa, TNI/Polri, serta penerima PKH dan sembako," ujar Osaka.

Osaka mengaku, tidak mengetahui jumlah uang yang diberikan kepada warga yang tidak terdaftar sebagai penerima manfaat. Mereka sepakat haknya dibagi-bagi dengan warga yang tidak terdaftar.

Penerima BST di Desa Buluduri yang terdaftar, lanjut dia, berjumlah 72 kepala keluarga, tetapi yang terealisasi hanya 67.

"Desa Buluduri terdiri atas empat dusun dan berpenduduk 475 KK," ujar Osaka mengakhiri.

Sebelumnya, salah satu warga yang diperiksa polisi, Erna Purba, mengatakan hal senada dengan Kades Buluduri.

Pemotongan bansos tersebut merupakan kesepakatan bersama.

Menurut Erna, kabar ini merebak setelah salah satu warga keberatan menerima uang bansos cuma Rp 100 ribu.

"Makanya kami heran, kok ada yang keberatan. Padahal, sebelumnya sudah melalui kesepakatan bersama dan ada berkas kesepakatannya," katanya.

Penyidik Polres Dairi akhirnya menetapkan satu tersangka dalam kasus pemotongan dana bansos Covid-19 di Desa Buluduri.

Kasubbag Humas Polres Dairi, Iptu Donni Saleh mengatakan, tersangka bernama Eni Aritonang, perangkat Pemerintah Desa Buluduri.

"Dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan. SPDP-nya sudah disampaikan ke kejaksaan," ucap Donni saat ditemui di kantornya, Kamis (14/5/2020).

Donni membeberkan, penetapan Eni Aritonang sebagai tersangka berdasarkan laporan salah satu warga Desa Buluduri bernama Togu Sinaga.

"Pelapor adalah warga atas nama Togu Sinaga. Nomor laporannya, LP/147/V/SU/DR/SPK tanggal 13 Mei 2019," ungkap Donni.

Kejadian bermula saat Togu Sinaga keluar dari Kantor Pos Parongil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, usai mengambil uang bansos sebesar Rp 600 ribu.

Begitu sampai di pintu keluar, Togi dicegat Eni Aritonang dan dipaksa untuk menyerahkan uang Rp 600 ribu tersebut. Lantaran terpaksa, Togi pun menyerahkan uang itu, lalu pulang ke rumahnya.

Sore harinya, Eni Aritonang mendatangi rumah Togu Sinaga untuk mengembalikan uang bansos hak Togu, tetapi cuma Rp 100 ribu.

"Pelapor keberatan karena uang bansosnya dipotong, tinggal Rp 100 ribu," ujar Donni.

Lebih lanjut, Donni mengatakan, pihaknya mengamankan enam orang terkait kasus ini.

Dua di antaranya ialah Eni Aritonang dan istri Kades Buluduri, Masniar Sitorus.

Donni menyebut, tersangka Eni Aritonang tidak ditahan, karena dijamin oleh Kades Buluduri, Osaka Sihombing.

Pihaknya juga masih memeriksa lima orang lagi dan tak tertutup kemungkinan, akan ada tersangka baru dalam waktu dekat ini.

"Kasus ini berdasarkan laporan satu orang. Berangkat dari laporan ini, kami mencoba mengembangkan guna mengungkap otak di balik pemotongan bansos ini, sekaligus pihak-pihak lain yang terlibat," beber Donni.

Donni menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan, keterlibatan Kades Buluduri belum ditemukan.

"Kita turut mengamankan uang bansos sekitar Rp 12,3 juta. Uang ini bukan barang bukti. Nanti akan dikembalikan kepada yang berhak," ujar Donni mengakhiri.

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul  BLT Rp 600 Ribu Dipotong Jadi Rp 150 Ribu, Kades dan Perangkatnya Diperiksa Polresta Deliserdang,

Editor: Waode Nurmin

Belum ada Komentar untuk "BLT Rp 600 Ribu Sampai Ditangan Sisa Rp 150 Ribu, Coba Apa Alasan Kades dan Kadus Memotong? "

Posting Komentar